Anthurium pun memiliki musuh kejam seperti serdadu Waffen SS. Dia adalah penyakit bercak kuning. Seperti kaum Yahudi yang disasar serdadu Waffen, bercak kuning pun hanya memilih menyerang jenis superboom dan jenmanii, serta turunannya seperti kobra dan kol. Corak kuning itu merambat dari pinggir daun lalu menjalar ke tengah-tengah tulang daun primer. Tidak hanya tanaman muda, tanaman tua pun tak kebal.
Mitra Usaha Tani melaporkan bahwa Hampir semua pekebun pernah merasakan keganasan penyakit bercak kuning itu. Peluang tanaman selamat pun kecil, hanya 20—40%. Itu pula yang dialami Aris Budiman di Yogyakarta. Superboom yang dibeli seharga Rp2-juta pada 1998 didapatinya mati setelah diserang bercak kuning. Anshory di Pondoklabu, Jakarta Selatan, Horas Padomuan Batubara di Ciputat, Tangerang, dan Sugiono Budiprawira di Bogor, adalah sekumpulan penangkar dan hobiis anthurium yang juga pernah mengalami kasus serupa.
Kuningisasi
Menurut Mitra Usaha Tani bercak kuning sudah menghantui pekebun sejak 1990-an. Ia banyak menyambangi tanaman ketika musim peralihan dari kemarau ke musim hujan. Beberapa pekebun pun sepakat penyakit itu timbul karena media yang terlalu lembap. Penyebabnya multifaktor, seperti aliran udara dalam nurseri yang tidak lancar, komposisi media salah, dan pemberian pupuk kandang berlebihan. Contoh media. Hindari pemakaian cocopeat dan cacahan halus pakis. Keduanya menyebabkan drainase aliran udara di pot tersumbat.
Akar bisa terendam dan membusuk. “Campuran pakis kasar dan arang sekam merupakan pilihan yang baik,” ujar Adeng.
Banyak hobiis salah kaprah dalam mendeteksi bercak kuning. Mereka menyangka kuningisasi yang terjadi di daun akibat ulah cendawan. Fungisida lantas dipakai untuk menghalau penyakit itu. “Kalau kena media perlu dibongkar dulu dan akar yang busuk dipangkas,” ujar Adeng. Hal sama dilakukan Sugiono yang lebih dulu memangkas daun. Ia lantas merendam tanaman dalam larutan Agreb atau Betadine. Setengah jam kemudian baru ditanam dalam media baru.
Para penangkar dan hobiis sepakat anthurium sebetulnya tidak banyak memiliki musuh seperti kerabat dekatnya aglaonema. Memelihara anthurium itu sebetulnya mudah karena penyakitnya sedikit. Nah, supaya indah daun anthurium tetap bisa nikmati, kenali hama dan penyakit anthurium serta cara mengatasinya.
Daun keriting
Serangan daun keriput sering pula dijumpai. Tanaman yang terserang menampakkan gejala daun mengeriting. Bila daun diraba terasa sedikit bergelombang. Warna daun pun mengalami gradasi. Semakin ke arah pinggir daun tampak semakin hijau muda. Ricky Hadimulyo menduga penyakit itu dampak serangan virus. “Saya belum tahu virusnya. Tapi daun yang terkena harus dimusnahkan dengan dibakar agar tidak menular ke tanaman lain,” ujar pemilik Hara Nurseri itu.
Ir Yos Sutiyoso, pakar hama dan penyakit di Jakarta, menduga tanaman itu kekurangan kalsium. Kalsium di dalam tubuh tanaman mempengaruhi kekerasan dinding sel. Bila kurang, dinding sel melemah. Salah satunya daun mengeriput. “Mengatasinya cukup dengan teratur menyiram,” ujar Yos. Harap mafhum bisa jadi unsur kalsium itu sudah ada dalam media atau pupuk yang diberikan, tapi karena tidak larut ia sulit diserap tanaman.
Daun terbakar
Peletakkan anthurium yang terpapar langsung sinar matahari juga dapat mengurangi kecantikan daun. Bagian daun yang terbakar tampak cokelat mengering. Bila diremas dengan jari akan hancur. “Sebagai anggota Araceae seperti talas dan keladi ia tidak membutuhkan intensitas matahari kuat,” ujar Dr Suryo Wiyono, ahli penyakit tumbuhan dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sebab itu supaya selamat anthurium perlu diberi naungan minimal 45%.
Menurut Yos Sutiyoso gejala daun terbakar perlu diamati lebih cermat. Bila ada warna lain seperti menguning di sisi bidang terbakar, besar kemungkinan akibat serangan cendawan Gloesporium sp. “Biasanya cendawan masuk karena ada sel mati. Karena kekeringan, misalnya, sehingga EC media lebih dari 7,” ujar Yos. Tanaman yang diserang dapat diobati dengan menyemprotkan fungisida.
Daun berlubang
Ini juga biang kerok jeleknya penampilan anthurium karena serangan ulat. Lubang-lubang itu tampak menyebar di sekujur daun. Meski ukurannya tidak selalu bulat, ukuran lubang beragam, mulai sebesar pentul korek hingga seukuran bungkus rokok. Dari posisi dan letak lubang dapat diketahui ukuran ulat yang menyerang. “Jika meninggalkan lubang kecil, ulatnya fase instar 1. Kalau lubangnya besar kemungkinan fase mstar 4,” ujar Yos.
Mitra Usaha Tani menganjurkan penanganan Hama itu dapat diatasi dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif metaldehide, metapur, dan metacapd. “Mereka dapat ditabur seperti furadan,” ujar Ricky Hadimulya. Khusus serangan siput yang uga menimbulkan lubang, Ricky mengatasinya dengan menaruh bir di dekat tanaman. “Biasanya siput suka berkumpul di sana,” ujarnya.
Bercak daun
Seperti bercak kuning, penyakit bercak daun uga sangat ditakuti. Daun yang terkena tampak Kekuningan dengan bercak-bercak berwarna cokelat. Bila dibiarkan lama-lama bercak itu berubah sedikit Kehitaman. Serangan itu ditengarai karena bakteri Pseudomonas cichorii dan Xanthomonas campestris. Kedua bakteri itu hadir melalui luka di daun. Penyakit itu dapat diatasi menggunakan bakterisida berbahan aktif mancozeb.
Menurut Suryo Wiyono, pengendalian bakteri memakai antibiotik seperti streptomycin sulfat sangat tidak dianjurkan. Gejala keracunan tampak seperti munculnya bercak kecil, daun kekuningan, dan klorosis.
Busuk akar
Busuk akar datang bila lingkungan tumbuh terlalu panas dan drainase di pot jelek, sehingga suhu dan kelembapan meningkat tajam. Saat itu cendawan Pythium sp merajalela. Apalagi kalau tanaman lemah dan stres, cendawan itu mudah masuk. Tanaman terinfeksi layu seperti mati. Ujung daun terlihat menggulung kekuningan seperti terbakar. Saat media dibongkar terlihat akar membusuk. Bila dipegang, akar putus. Serangan cendawan dapat diatasi memakai fungisida seperti Antracol dan Dithane.